Nama : Fatimah Zuhra
NIM : H1E109002
NIM : H1E109002
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang
memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan
perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar
dan faktor utama pembangunan;
b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang
penting bagi kelangsungan hidup clan kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya;
c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan
pengelolaan kualitas air clan pengendalian pencemaran air
secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan
generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan
ekologis;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, clan huruf c serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air;
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang
2. Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan
Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN
KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil;
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di
bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini
akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara;
3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air
sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya;
4. Pengendalian rnncemaran air adalah upaya pencegahan
dan penangulangan pencemaran air serta pemulihan
kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan
baku mutu air;
5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau
diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih
layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;
7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap
kelas air;
8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat
potensi pemanfatan atau penggunaan air, pencadangan air
berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun
kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis;
9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada
dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
di dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat . kondisi mutu air yang
menunjukkanl kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu
sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan
dengan baku mutu air yang ditetapkan;
11. Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke
dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar
yang terkandung didalam air atau ,air limbah;
13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air
pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban
pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi
cemar;
14. Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan
yang berwujud cair;
15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang
ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha
dan atau kegiatan;
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan
Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;
1 7. Orang adalah orang perseorangan,dan atau kelompok
orang dan atau badan hukum ;
18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola
lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.
Pasal 2
(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemmaran
air diselengarakan secara terpadu dengan pendekatan
ekosistem.
(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi.
Pasal 3
Penyelengaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan
peraturan perundang - undangan.
Pasal 4
(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas
air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam
kondisi alamiahnya.
(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin
kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui
upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air
serta pemulihan kualitas air.
(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan pada :
a. sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam
(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud didalam ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai pencemaran kualitas air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan
peraturan perundang - undangan .
BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 5
(1) Pemerintah dilakukan pengelolaan kualitas air lintas
propinsi dan atau lintas bataas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan
kualitas air lintas Kabupaten / Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan
kualitas air di Kabupaten / Kota.
Pasal 6
Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air
sebagamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat
menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah
Kabupaten / Kota yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pendayagunaan Air
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota menyusun rencana pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana,
dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi
ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat
istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air,
pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik
kualitas maupun kuailtitas dan atau fungsi ekolosis.
Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air
Pasal 8
(1) Klasifikasi mutu
air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang
imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 9
(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
pada;
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah
Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah
Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah
Propinsi.
c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota .
(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan
oleh Pemerintah ,Pemerintah Propinsi, dan atau
Peinerintah Kabupaten / Kota berdasarkan wewenangnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang
bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh
Menteri.
Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,Dan Status Mutu
Air
Pasal 1 0
Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian
kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
Pasal 1 1
(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih
ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas
Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air
yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
Pasal 12
(1) Pemerintah propinsi dapat menetapkan;
a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas
yang ditetapkan sebagamiana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1); dan atau
b.Tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu
air sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (2).
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.
(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan
parameter baku mutu air sebagaimana dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 13
(1) Pemantauan kualitas air pada
a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota;
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
Kabupaten / Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh
Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing
Pemerintah Kabupaten / Kota;
c sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas
negara kewenangan pemantauannya berada pada
Pemerintah.
(2) Pemerintah dapat menugaskan Propinsi Propinsi yang
bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air
pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c.
(3) Pemantauan kualitas air sebagamana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam )bulan sekali.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.
(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 14
(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan;
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku
mutu air ;
b. kondisi baik , apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik
status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar;
maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
melakukan upaya penanggulangan pencemaran
dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air
sasaran.
file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (10 of 31) [10/02/2009 10:57:44]
PP. No.82 2001
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka
pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas
air.
Pasal 16
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah
diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air
limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis
mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium
yang ditunjuk Menteri.
Pasal 1 7
(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau
mutu air Iimbah dari dua atau lebih laboratoriummaka
dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.
(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium
rujukan nasional.
BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada
sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran
air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengendalian
pencemaran air pada sumber air yang berada pada
Kabupaten / Kota.
Pasal 19
Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat
menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah
Kabupaten / Kota yang bersangkutan.
Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
dalam rangka pengendalian pencemaran air pada
sumber air berwenang:
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemar;
c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada
tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air
atau sumber air;
e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan
mutu
air.
Pasal 21
(1) Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan
Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan
dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat
dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang
dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara
berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1
(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 22
Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan
nasional pengendalian pencemaran air.
Pasal 23
(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air
ditetapkan daya. tampunng beban pencemmaran air pada
sumber air.
(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
berkala sekurangkurangnya
5 (Iima) tahun sekali.
(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dipergunakan untuk
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air ;
c. penetapan rencana tata ruang ;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja
pengendalian pencemaran air.
(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah
Pasal 24
(1) Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan
atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh
Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.
Bagian Ketiga
Penangulangan Darurat
Pasal 25
Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana
penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat
dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.
Pasal 26
Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau
kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 27
(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya
pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang
berwenang.
(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.
(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu
selambatlambatnya
3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati /
Walikota / Menteri.
(4) Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) wa,iib negeri melakukan verifikasi untuk
mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran
terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya
pencemaran air
(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka
Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk
menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr
serta dampaknya.
Pasal 28
Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri
dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk
melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 29
Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau
pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan
penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas
air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati /
Walikota / Menteri.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak
Pasal 30
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air
yang baik.
(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan
pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran
air.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam
rangka pengelolaan , kualitas air dan pengendalian
pencemaran air sesuai peraturan perundang - undangan
yang berlaku.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 31
Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
b. mengendalikaan pencemaran air pada sumber air
sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (4).
Pasal 32
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 33
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota wajib memberikan lnformasi
kepadamasyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
Pasal 34
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib
menyampaikan laporan tentang penataan persyaratan izin
aplikasi air limbah pada tanah
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib
menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin
pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3
(tiga) bulan kepada Bupati /Walikota dengan tembusan
disampaikan kepada Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah
Pasal 35
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan
air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib
mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan .
(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan
oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 36
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air
limbah ke tanah aplikasi pada tanah.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang -kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan
tanaman ;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada
Bupati / Walikota.
(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian
yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3)
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air
limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak
lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin
pemanfaatan air limbah
(6) Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu
selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin
(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Bagian kedua
Pembuangan Air Limbah
Pasal 37
Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang
membuang air limbah ke air atau sumber air wajib
mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air
Pasal 38
(1) Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang
membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati
persyaratan yang ditetapkan dalam izin
(2) Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah
sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan
a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh
dibuang ke media lingkungan ;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur
penanggulamgan keadaan darurat ;
e.persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan
debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan
analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya
dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau
kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai
dampak lingkungan ;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau
pelepasan dadakan ;saat
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam
upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan ;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk
melaporkan hasil swapantau.
(3) Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif,
Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari
lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
tenaga atom.
Pasal 39
(1) Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah
yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38
ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran
pada sumber air ;
(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka
batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan
berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)
Pasal 40
(1) Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air
limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin
tertulis dari Bupati / Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Pasal 41
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air
limbah ke air atau sumber air.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan
tanaman
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada
Bupati / Walikota .
(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian
yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud
dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air
limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka
Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.
(6) Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung
sejak tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan
pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota
dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Mentei
(8) Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri
Pasal 42
Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau
gas ke dalam air dan sumber air.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 43
(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten /
Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam
pengelolaan kualitas air dan pengendaliaan pencemaran air.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam yat (1)
meliputi:
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan pengelola lingkungan
hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten /
Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan
pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah
Propinsi, pemerintah Kabupaten / Kota dengan
membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah
rumah tangga terpadu.
(5) Pembangunan saran dan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja
sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan
perundang -undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 44
(1) Bupati / Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap
penataan persyaratan yang tercantum dalam izin
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2)
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan
daerah.
Pasal 45
Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan
melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan
yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau
kegiatan.
pasal 46
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasa 44 ayat (2)
dan pasal 45 berwenag:
file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (24 of 31) [10/02/2009 10:57:44]
PP. No.82 2001
a.melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan,
pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang
berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan,
kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat
catatan yang diperlukan, antara lain dokumen perizinan,
dokumen AMDAL, UKI, UPL, data hasil swapantau,
dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air
limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolog;
f'. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses
produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah;
g. memeriksa instansi, dan atau alat transportasi;
(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa,
gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas pengawasan.
pasal 47
Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib
memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.
BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatn yang
melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 32,
Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40,dan Pasal
42, Bupati / Walikota berwenang menjatuhkan sanksi
administrasi.
Pasal 49
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang
melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati / Walikota / Mentri
berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang
paksa.
Bagian Kedua
Ganti Kerugian
Pasal 50
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran
dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,
mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
untuk membayar ganti kerugian dan aatau melakukan
tindakan tertentu.
(2) Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat
menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut.
Bagian Ketiga
Sanksi Pidana
Pasal 51
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31,
Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan
pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal
42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Baku mutu air limbah untuk jenis usah dan atau kegiatan
tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanPemerintah
ini.
Pasal 53
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air
limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka
waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah
pada tanah dari Bupati / Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi
belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib
memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber air Bupati / Walikota.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Penetapan daya tampung beben pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) wajib
ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga ) tahun sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini
Pasal 55
Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 ayat (1) belum atau
tidak ditetapkan, berlaku kreteria mutu air untuk kelas II
sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan
Pemerintah ini sebagai baku mutu air.
Pasal 56
(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun
sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu
air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) lebih ketat dddari baku mutu air dalam peraturan
pemerintah ini, maka baku mutu air sebelimnya tetap
berlaku.
Pasal 57
(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan
baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang
berlaku di daerah tersebut dapat ditetepkan setelah
mendapat rekomendasi dari Menteri.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetepkan dengan Peraturan
Daerah Propinsi.
Pasal 58
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
yang telah ada, tetap brlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan
pemerintah ini.
Pasal 59
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Penendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun
1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3409) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan
perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar
dan faktor utama pembangunan;
b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang
penting bagi kelangsungan hidup clan kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya;
c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan
pengelolaan kualitas air clan pengendalian pencemaran air
secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan
generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan
ekologis;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, clan huruf c serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air;
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang
2. Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan
Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN
KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil;
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di
bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini
akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara;
3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air
sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya;
4. Pengendalian rnncemaran air adalah upaya pencegahan
dan penangulangan pencemaran air serta pemulihan
kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan
baku mutu air;
5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau
diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih
layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;
7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap
kelas air;
8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat
potensi pemanfatan atau penggunaan air, pencadangan air
berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun
kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis;
9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada
dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
di dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat . kondisi mutu air yang
menunjukkanl kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu
sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan
dengan baku mutu air yang ditetapkan;
11. Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke
dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar
yang terkandung didalam air atau ,air limbah;
13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air
pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban
pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi
cemar;
14. Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan
yang berwujud cair;
15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang
ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha
dan atau kegiatan;
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan
Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;
1 7. Orang adalah orang perseorangan,dan atau kelompok
orang dan atau badan hukum ;
18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola
lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.
Pasal 2
(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemmaran
air diselengarakan secara terpadu dengan pendekatan
ekosistem.
(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi.
Pasal 3
Penyelengaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan
peraturan perundang - undangan.
Pasal 4
(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas
air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam
kondisi alamiahnya.
(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin
kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui
upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air
serta pemulihan kualitas air.
(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan pada :
a. sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam
(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud didalam ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai pencemaran kualitas air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan
peraturan perundang - undangan .
BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 5
(1) Pemerintah dilakukan pengelolaan kualitas air lintas
propinsi dan atau lintas bataas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan
kualitas air lintas Kabupaten / Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan
kualitas air di Kabupaten / Kota.
Pasal 6
Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air
sebagamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat
menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah
Kabupaten / Kota yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pendayagunaan Air
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota menyusun rencana pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana,
dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi
ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat
istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air,
pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik
kualitas maupun kuailtitas dan atau fungsi ekolosis.
Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air
Pasal 8
(1) Klasifikasi mutu
air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang
imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 9
(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
pada;
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah
Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah
Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah
Propinsi.
c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota .
(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan
oleh Pemerintah ,Pemerintah Propinsi, dan atau
Peinerintah Kabupaten / Kota berdasarkan wewenangnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang
bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh
Menteri.
Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,Dan Status Mutu
Air
Pasal 1 0
Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian
kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
Pasal 1 1
(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih
ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas
Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air
yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
Pasal 12
(1) Pemerintah propinsi dapat menetapkan;
a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas
yang ditetapkan sebagamiana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1); dan atau
b.Tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu
air sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (2).
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.
(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan
parameter baku mutu air sebagaimana dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 13
(1) Pemantauan kualitas air pada
a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota;
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
Kabupaten / Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh
Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing
Pemerintah Kabupaten / Kota;
c sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas
negara kewenangan pemantauannya berada pada
Pemerintah.
(2) Pemerintah dapat menugaskan Propinsi Propinsi yang
bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air
pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c.
(3) Pemantauan kualitas air sebagamana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam )bulan sekali.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.
(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 14
(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan;
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku
mutu air ;
b. kondisi baik , apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik
status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar;
maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
melakukan upaya penanggulangan pencemaran
dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air
sasaran.
file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (10 of 31) [10/02/2009 10:57:44]
PP. No.82 2001
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka
pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas
air.
Pasal 16
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah
diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air
limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis
mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium
yang ditunjuk Menteri.
Pasal 1 7
(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau
mutu air Iimbah dari dua atau lebih laboratoriummaka
dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.
(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium
rujukan nasional.
BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada
sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran
air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengendalian
pencemaran air pada sumber air yang berada pada
Kabupaten / Kota.
Pasal 19
Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat
menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah
Kabupaten / Kota yang bersangkutan.
Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
dalam rangka pengendalian pencemaran air pada
sumber air berwenang:
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemar;
c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada
tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air
atau sumber air;
e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan
mutu
air.
Pasal 21
(1) Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan
Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan
dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat
dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang
dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara
berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1
(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 22
Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan
nasional pengendalian pencemaran air.
Pasal 23
(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air
ditetapkan daya. tampunng beban pencemmaran air pada
sumber air.
(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
berkala sekurangkurangnya
5 (Iima) tahun sekali.
(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dipergunakan untuk
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air ;
c. penetapan rencana tata ruang ;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja
pengendalian pencemaran air.
(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah
Pasal 24
(1) Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan
atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh
Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.
Bagian Ketiga
Penangulangan Darurat
Pasal 25
Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana
penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat
dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.
Pasal 26
Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau
kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 27
(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya
pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang
berwenang.
(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.
(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu
selambatlambatnya
3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati /
Walikota / Menteri.
(4) Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) wa,iib negeri melakukan verifikasi untuk
mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran
terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya
pencemaran air
(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka
Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk
menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr
serta dampaknya.
Pasal 28
Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri
dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk
melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 29
Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau
pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan
penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas
air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati /
Walikota / Menteri.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak
Pasal 30
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air
yang baik.
(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan
pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran
air.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam
rangka pengelolaan , kualitas air dan pengendalian
pencemaran air sesuai peraturan perundang - undangan
yang berlaku.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 31
Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
b. mengendalikaan pencemaran air pada sumber air
sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (4).
Pasal 32
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 33
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota wajib memberikan lnformasi
kepadamasyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
Pasal 34
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib
menyampaikan laporan tentang penataan persyaratan izin
aplikasi air limbah pada tanah
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib
menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin
pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3
(tiga) bulan kepada Bupati /Walikota dengan tembusan
disampaikan kepada Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah
Pasal 35
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan
air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib
mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan .
(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan
oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 36
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air
limbah ke tanah aplikasi pada tanah.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang -kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan
tanaman ;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada
Bupati / Walikota.
(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian
yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3)
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air
limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak
lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin
pemanfaatan air limbah
(6) Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu
selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin
(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Bagian kedua
Pembuangan Air Limbah
Pasal 37
Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang
membuang air limbah ke air atau sumber air wajib
mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air
Pasal 38
(1) Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang
membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati
persyaratan yang ditetapkan dalam izin
(2) Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah
sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan
a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh
dibuang ke media lingkungan ;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur
penanggulamgan keadaan darurat ;
e.persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan
debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan
analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya
dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau
kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai
dampak lingkungan ;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau
pelepasan dadakan ;saat
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam
upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan ;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk
melaporkan hasil swapantau.
(3) Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif,
Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari
lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
tenaga atom.
Pasal 39
(1) Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah
yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38
ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran
pada sumber air ;
(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka
batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan
berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)
Pasal 40
(1) Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air
limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin
tertulis dari Bupati / Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Pasal 41
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air
limbah ke air atau sumber air.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan
tanaman
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada
Bupati / Walikota .
(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian
yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud
dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air
limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka
Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.
(6) Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung
sejak tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan
pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota
dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Mentei
(8) Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri
Pasal 42
Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau
gas ke dalam air dan sumber air.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 43
(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten /
Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam
pengelolaan kualitas air dan pengendaliaan pencemaran air.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam yat (1)
meliputi:
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan pengelola lingkungan
hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten /
Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan
pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah
Propinsi, pemerintah Kabupaten / Kota dengan
membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah
rumah tangga terpadu.
(5) Pembangunan saran dan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja
sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan
perundang -undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 44
(1) Bupati / Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap
penataan persyaratan yang tercantum dalam izin
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2)
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan
daerah.
Pasal 45
Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan
melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan
yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau
kegiatan.
pasal 46
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasa 44 ayat (2)
dan pasal 45 berwenag:
file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (24 of 31) [10/02/2009 10:57:44]
PP. No.82 2001
a.melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan,
pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang
berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan,
kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat
catatan yang diperlukan, antara lain dokumen perizinan,
dokumen AMDAL, UKI, UPL, data hasil swapantau,
dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air
limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolog;
f'. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses
produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah;
g. memeriksa instansi, dan atau alat transportasi;
(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa,
gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas pengawasan.
pasal 47
Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib
memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.
BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatn yang
melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 32,
Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40,dan Pasal
42, Bupati / Walikota berwenang menjatuhkan sanksi
administrasi.
Pasal 49
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang
melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati / Walikota / Mentri
berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang
paksa.
Bagian Kedua
Ganti Kerugian
Pasal 50
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran
dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,
mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
untuk membayar ganti kerugian dan aatau melakukan
tindakan tertentu.
(2) Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat
menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut.
Bagian Ketiga
Sanksi Pidana
Pasal 51
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31,
Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan
pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal
42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Baku mutu air limbah untuk jenis usah dan atau kegiatan
tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanPemerintah
ini.
Pasal 53
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air
limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka
waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah
pada tanah dari Bupati / Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi
belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib
memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber air Bupati / Walikota.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Penetapan daya tampung beben pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) wajib
ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga ) tahun sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini
Pasal 55
Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 ayat (1) belum atau
tidak ditetapkan, berlaku kreteria mutu air untuk kelas II
sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan
Pemerintah ini sebagai baku mutu air.
Pasal 56
(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun
sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu
air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) lebih ketat dddari baku mutu air dalam peraturan
pemerintah ini, maka baku mutu air sebelimnya tetap
berlaku.
Pasal 57
(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan
baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang
berlaku di daerah tersebut dapat ditetepkan setelah
mendapat rekomendasi dari Menteri.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetepkan dengan Peraturan
Daerah Propinsi.
Pasal 58
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
yang telah ada, tetap brlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan
pemerintah ini.
Pasal 59
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Penendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun
1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3409) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar